MEDIA MATA BIND Bekasi — Berkembangnya dunia digital tentunya menjadi kelebihan tersendiri di dalam menjalankan roda ekonomi, roda kehidupan dalam melaksanakan sebuah roda pemerintahan dan sebuah bisnis demi tercapainya kehidupan berbangsa dan bertanah air, kemajuan sebuah ilmu teknologi di bidang informasi dan pendistribusian barang dan jasa serta informasi serta dalam perdagangan digital.
Melihat aplikasi-aplikasi digital atau platfrom dalam penjualan barang online dan pemberian informasi berita secara digital banyaknya platfrom seperti youtube, tiktok, instagram dan berbagai macam media online yang ada di Indonesia, akan tetapi bukan berarti kearifan lokal dalam mendapatkan informasi dan penjualan barang atau kebutuhan sehari - hari tidak ada. Dan masih terlihat penjual koran di lampu merah, penjual majalah buku di salah satu toko buku ternama, penjualan kebutuhan pokok di pasar tradisional masih ada, Senin (24/06/2024).
Dr. Weldy Jevis Saleh, SH., MH., menerangkan bahwa seiring berkembangnya dunia digital, semua platfrom digital berlomba-lomba meningkatkan kualitas aplikasinya agar bisa menjadi komoditi di pasar digital dalam menyiarkan berita informasi, bahkan bisa sambil menjual barang - barang online, tapi menjadi komoditi juga dalam memberikan informasi hingga informasi tersebut menjadi viral bahkan menjadi pusat perhatian mulai dari berita olahraga, berita politik, berita sosial dalam Masyarakat, bahkan berita tentang hukum, sampai menjadi istilah no viral no justice, itulah yang menjadi perkembangan dalam sosiologi hukum, seperti yang di kemukakan teori hukum ternama, Prof. Surcipto Raharjo, penganut hukum progresif, dimana hukum akan berkembang, seiring berkembangnya kehidupan sosial di dalam masyarkat,"Terangnya.
Lanjut Weldy, "Kita bisa lihat sekarang banyaknya plat from dunia digital seperti, youtube, Instagram, tiktok, bahkan whatsapp, merupakan platfrom ternama dalam mendistribusikan berita-berita yang viral di dalam masyarakat, apakah terkait politik, olahraga, kehidupan sosial dan tentunya perkembangan hukum di Republik Indonesia, kita bisa lihat kalau dalam berita olah raga bagaimana netizen Indonesia, ketika melihat pertandingan Indonesia vs Qatar di mana wasit tersebut berat sebelah, netizen Indonesia mencari akun dan menyerbu serta bahkan mengeluarkan kata-kata penghinaan, berita terkait politik, kita bisa lihat seorang calon anggota DPD seorang artis karena prosesnya yang unik, kita sebut saja komeng, akibat viralnya yang bersangkutan bisa meraup suara besar bahkan terpilih menjadi anggota DPD wilayah Jabar ,sedangkan berita tentang hukum, begitu banyak yang viral, cuman sebagai contoh kita bisa lihat,di mana seorang pedagang pasar dipukul oleh preman pasar dan justru yang bersangkutan lah yang di tetapkan tersangka oleh polisi. Akibat kasus tersebut viral, polisi yang terlibat dalam penyidikan yang keliru dalam penerapan hukum di copot dan di non job kan dari jabatan tersebut, bahkan juga kita bisa lihat kasus-kasus hukum yang viral di media sosial platfrom tiktok begitu banyak,"Ucapnya.
Masih Weldy, "Tentunya disini kita bisa mengambil kesimpulan bahwa perkembangan platfrom media sosial sangat cepat dan menjadi komoditi dalam masyarakat untuk mencari rezeki untuk kehidupan bahkan untuk mendapatkan informasi secara akurat,dalam hal ini pemerintah telah membuat undang - undang nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik, dimana undang undang tersebut telah mengalami dua kali perubahan dimana perubahan tersebut terkait urgensi penerapan dan implementasi dalam penerapan pasal yang ada didalamnya diubah yaitu dalam undang - undang nomor 11 tahun 2016 dan yang terakhir undang - undang nomor 1 tahun 2024, dalam perubahan yang terakhir tentunya ada dalam penguatan pasal 27 huruf A dan Junto Pasal pasal 45 ayat (4) agar tidak menjadi multi tafsir dalam penerapan dan implementasi, undang - undang momor 1 tahun 2024 di pasal 43 ayat (5) huruf (J) wajib mengunakan ahli sesuai dengan kebutuhan pasal yang akan di terapkan dalam tindak pemeriksaan penyidikan,"Kata Dr. Weldy.
Terakhir, Dr. Weldy menjelaskan bahwa dalam penerapan dan implementasi di atur juga dalam surat kesepakatan bersama antara Kementrian Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung serta Polri/Kapolri Nomor 229, 154. Dan KB/2/VI/2021, disini sangat jelas kesepakatan bersama ini dibuat untuk bagaimana cara para penegak hukum dalam melaksanakan tugas dan fungsi penegakan hukum harus berpedoman dalam kesepakatan tersebut.
"Tentunya dalam penyidikan harus menerapkan prinsip-prinsip hukum pidana. Dimana frasa dari isi pasal tersebut sudah sangat jelas dan tidak boleh multi tafsir. Banyak masyarakat menggunakan pasal tersebut dengan dalil di cemarkan atau terhina, dalam hal ini pasal 27 huruf (A) junto pasal 45 ayat (1) sudah sangat jelas perbuatan yang merendahkan atau merusak nama baik atau harga diri orang lain, serta setiap orang dengan sengaja dan tampa hak menyiarkan serta mempertunjukan mendistribusikan serta melanggar kesusilaan, dimana ketentuan tersebut bila mana dibuktikan, maka, sangkaan pasal tersebut bisa di jerat dengan pidana penjara paling lama enam(6) tahun dan denda Rp.1.000.000.000.00. (Satu miliar rupiah). Dan apabila perbuatan yang di maksud sangkaan pidananya tidak dapat di laksanakan/lakukan di pidana, maka, kita bisa melihat pasal 45 ayat(7), huruf (A) dan Huruf (B) dilakukan demi kepentingan umum dan di lakukan terpaksa karena membela diri,"Pungkas Dr. Weldy.
SUMBER:
1.OLAH DATA.
2.UNDANG-UNDANG.
3.PERATURAN KEMENTRIAN-KEJAKSAAN - POLRI.
4.ANALISIS HUKUM.
5.DPD AWIBB JAWA BARAT.
Red
إرسال تعليق
MEDIA MATA BIND