MEDIA MATA BIND SUMENEP,- Defisit anggaran 245 miliyar rupiah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Sumenep tahun anggaran 2025 secara terus - menerus jadi perhatian (disorot) publik.
Masyarakat Sumenep mempertanyakan terkait kondisi Defisit anggaran ini, yang mana bisa ditutupi dengan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) tahun 2024. Namun, terkait kondisi SILPA itu sendiri berapa besar nominal belum bisa dipastikan alias hanyalah Estimasi. Kamis (9/1/2025).
Bambang Suyitno, salahsatu diantara warga kota Keris Sumenep pemerhati kebijakan pemerintah terhadap publik, turut prihatin dengan kondisi APBD Kabupaten Sumenep Tahun Anggaran 2025 yang sedang tidak baik-baik saja.
Menurutnya, dari perspektif hukum, APBD adalah milik rakyat dan digunakan harus untuk kesejahteraan rakyat. Pemerintah daerah diberikan hak untuk mengelola APBD.
"Tujuan pengelolaan APBD adalah sepenuhnya untuk kesejahteraan rakyat," tukasnya.
Lanjut kata Bambang, Negara hadir sebagai pengejewantahan konstitusi mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Persoalannya adalah bagaimana pengelolanya.
"Seperti yang terjadi di Kabupaten Sumenep, kok bisa sampai difisit APBD-nya? sedangkan untuk menutupinya diambilkan dari SILPA tahun sebelumnya, berarti ada program yang tidak berjalan sepenuhnya sehingga terjadi SILPA," ujarnya.
Menurut Bambang, amanah undang-undang, Peraturan Perundangan sebagai turunan undang-undang itu sangat jelas memberi petunjuk yang dapat dipedomani pemerintah daerah, dalam hal ini khususnya Pemerintah Kabupaten Sumenep.
"Pedomannya jelas-jelas ada, seperti undang-undang nomor 17 tahun 2023 tentang Keuangan Negara Jo undang-undang nomor 1 tahun 2024 tentang Pemeriksaan Pengelola dan Tanggungjawab Keuangan Negara Jo Peraturan Pemerintah (PP) nomor 12 tahun 2019 tentang Keuangan Negara, serta Permendagri nomor 77 tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah," ungkapnya.
Selain itu kata Bambang, prinsip pengelolaan keuangan daerah berdasarkan undang-undang yang tersebut diatas, harus dikelola dengan efektif, efisien, transparan, akuntabel dan berkeadilan. Prinsip ini dikolaborasi pada manajemen pengelolaan keuangan daerah yang modern yang dikenal dengan Good Financial Governance (GFG).
"Adapun aspek yang harus dikedepankan dalam pengelolaan APBD itu: Pertama, Partisipatoris budgeting yang menekankan pada partisipasi publik. Kedua, Transparansi budgeting yang menekankan pada keterbukaan. Ketiga,
Akuntabilitas budgeting yang menekankan pada pertanggungjawaban. Keempat, Fairness budgeting yang menekankan pada aspek kesetaraan dan keadilan," terangnya.
Lebih lanjut kata Bambang, dalam praktik pemerintahan yang baik, good governance dikemas bersamaan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), action pada Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) hasil Musrembang sesuai undang-undang nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanan Pembangunan Nasional (SPPN).
"Saya bukan menuduh, namun saat ini pengelolaan keuangan daerah telah banyak menyimpang dari aspek Good Financial Governance (GFG), dan lebih banyak pada aspek kepentingan politik kepala daerah, yakni kepentingan dari Pemilukada maupun kepentingan individu lainnya," tukasnya.
Masih kata Bambang, APBD adalah instrumen penting dalam Pembangunan Daerah, dan sebagai jantung dari pemerintah daerah. Ibarat tubuh, jika APBD sakit, tidak sehat, terganggu, maka secara keseluruhan aktivitas dalam Pemerintahan itu, dipastikan fungsi kesejahteraan sosial yang menjadi tujuan utama pembangunan daerah tidak akan berjalan dengan baik.
"Lagi-lagi saya tidak menuduh OPD di Sumenep bekerja kepada Bupati bukan kepada rakyat, namun faktanya banyak program yang ada pada batang tubuh APBD tidak dilaksanakan. Dalam hal ini bisa ditarik kesimpulan Defisit APBD tahun 2025 mencapai anggka 245 miliar rupiah, yang akan ditutupi dengan SILPA yang belum pasti (Estimasi), ada program untuk rakyat sebesar 245 milliar rupiah yang tidak dikerjakan oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Kabupaten Sumenep," pungkasnya.
(Ong)
إرسال تعليق
MEDIA MATA BIND